Di kecamatan Muara Kaman kurang lebih 120 km di hulu Tenggarong ibukota
Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur ada sebuah daerah yang terkenal
dengan nama Danau Lipan. Meskipun bernama Danau, daerah tersebut bukanlah danau
seperti Danau Jempang dan Semayang. Daerah itu merupakan padang luas yang
ditumbuhi semak dan perdu.
Dahulu kala kota Muara Kaman dan sekitarnya merupakan lautan. Tepi lautnya
ketika itu ialah di Berubus, kampung Muara Kaman Ulu yang lebih dikenal dengan
nama Benua Lawas. Pada masa itu ada sebuah kerajaan yang bandarnya sangat ramai
dikunjungi karena terletak di tepi laut.
Terkenallah pada masa itu di kerajaan tersebut seorang putri yang cantik
jelita. Sang putri bernama Putri Aji Bedarah Putih. Ia diberi nama demikian tak
lain karena bila sang putri ini makan sirih dan menelan air sepahnya maka
tampaklah air sirih yang merah itu mengalir melalui kerongkongannya.
Kejelitaan dan keanehan Putri Aji Bedarah Putih ini terdengar pula oleh
seorang Raja Cina yang segera berangkat dengan Jung besar beserta bala
tentaranya dan berlabuh di laut depan istana Aji Bedarah Putih. Raja Cina pun
segera naik ke darat untuk melamar Putri jelita.
Sebelum Raja Cina menyampaikan pinangannya, oleh Sang Putri terlebih dahulu
raja itu dijamu dengan santapan bersama. Tapi malang bagi Raja Cina, ia tidak
mengetahui bahwa ia tengah diuji oleh Putri yang tidak saja cantik jelita
tetapi juga pandai dan bijaksana. Tengah makan dalam jamuan itu, puteri merasa
jijik melihat kejorokan bersantap dari si tamu. Raja Cina itu ternyata makan
dengan cara menyesap, tidak mempergunakan tangan melainkan langsung dengan
mulut seperti anjing.
Betapa jijiknya Putri Aji Bedarah Putih dan ia pun merasa tersinggung,
seolah-olah Raja Cina itu tidak menghormati dirinya disamping jelas tidak dapat
menyesuaikan diri. Ketika selesai santap dan lamaran Raja Cina diajukan, serta
merta Sang Putri menolak dengan penuh murka sambil berkata, “Betapa hinanya
seorang putri berjodoh dengan manusia yang cara makannya saja menyesap seperti
anjing.”
Penghinaan yang luar biasa itu tentu saja membangkitkan kemarahan luar biasa
pula pada Raja Cina itu. Sudah lamarannya ditolak mentah-mentah, hinaan pula
yang diterima. Karena sangat malu dan murkanya, tak ada jalan lain selain
ditebus dengan segala kekerasaan untuk menundukkan Putri Aji Bedarah Putih. Ia
pun segera menuju ke jungnya untuk kembali dengan segenap bala tentara yang
kuat guna menghancurkan kerajaan dan menawan Putri.
Perang dahsyat pun terjadilah antara bala tentara Cina yang datang bagai
gelombang pasang dari laut melawan bala tentara Aji Bedarah Putih.
Ternyata tentara Aji Bedarah Putih tidak dapat menangkis serbuan bala
tentara Cina yang mengamuk dengan garangnya. Putri yang menyaksikan jalannya
pertempuran yang tak seimbang itu merasa sedih bercampur geram. Ia telah
membayangkan bahwa peperangan itu akan dimenangkan oleh tentara Cina. Karena
itu timbullah kemurkaannya.
Putri pun segera makan sirih seraya berucap, “Kalau benar aku ini titisan
raja sakti, maka jadilah sepah-sepahku ini lipan-lipan yang dapat memusnahkan
Raja Cina beserta seluruh bala tentaranya.” Selesai berkata demikian,
disemburkannyalah sepah dari mulutnya ke arah peperangan yang tengah berkecamuk
itu. Dengan sekejap mata sepah sirih putri tadi berubah menjadi beribu-ribu
ekor lipan yang besar-besar, lalu dengan bengisnya menyerang bala tentara Cina
yang sedang mengamuk.
Bala tentara Cina yang berperang dengan gagah perkasa itu satu demi satu
dibinasakan. Tentara yang mengetahui serangan lipan yang tak terlawan itu,
segera lari lintang-pukang ke jungnya. Demikian pula sang Raja. Mereka
bermaksud akan segera meninggalkan Muara Kaman dengan lipannya yang dahsyat
itu, tetapi ternyata mereka tidak diberi kesempatan oleh lipan-lipan itu untuk
meninggalkan Muara Kaman hidup-hidup. Karena lipan-lipan itu telah diucap untuk
membinasakan Raja dan bala tentara Cina, maka dengan bergelombang mereka
menyerbu terus sampai ke Jung Cina. Raja dan segenap bala tentara Cina tak
dapat berkisar ke mana pun lagi dan akhirnya mereka musnah semuanya. Jung
mereka ditenggelamkan juga.
Sementara itu Aji Bedarah Putih segera hilang dengan gaib, entah kemana dan
bersamaan dengan gaibnya putri, maka gaib pulalah Sumur Air Berani, sebagai
kekuatan tenaga sakti kerajaan itu. Tempat Jung Raja Cina yang tenggelam dan
lautnya yang kemudian mendangkal menjadi suatu daratan dengan padang luas
itulah yang kemudian disebut hingga sekarang dengan nama Danau Lipan.
Sumber : (Disadur dari Masdari Ahmad, Kumpulan Cerita Rakyat Kutai, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 1979)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar