Alkisah, di sebuah bukit dekat
Olat Pamanto Asu`, Sumbawa, terdapat sebuah desa yang tenteram bernama Jompang.
Desa tersebut dipimpin oleh seorang datu atau kepala desa yang bernama Datu
Palowe`. Ia mempunyai dua orang anak, yaitu seorang anak laki-laki bernama Lalu
Wanru, dan seorang anak perempuan bernama Lala Sri Menanti. Keduanya telah
beranjak dewasa. Lala Sri Menanti seorang gadis yang cantik nan rupawan. Karena
kecantikannya, ia menjadi anak kesayangan Datu Palowe`. Segala keinginannya
selalu dipenuhi oleh sang Ayah. Mulai dari pakaian yang bagus-bagus hingga
berbagai perhiasan yang indah-indah. Tak heran, jika anting-anting, kalung,
gelang tangan, hingga gelang kaki senantiasa menghiasi seluruh tubuhnya.
Pada suatu hari, Lala Sri Menanti
ingin sekali makan udang. Keinginan itu pun ia sampaikan kepada ayahnya. Tanpa
berpikir panjang, sang Ayah pun bersedia memenuhi keinginan anak kesayangannya
itu.
“Baiklah, Anakku! Keinginanmu
akan segera terpenuhi,” kata ayahnya seraya memerintahkan Amaq Bangkel dan Inaq Bangkel pergi ke
sungai untuk me-nempas.
Mendengar perintah itu, kedua
suruhan Datu Palowe` tersebut segera bersiap-siap untuk berangkat ke sungai.
Ketika mereka sedang sibuk menyiapkan
peralatan yang akan mereka bawa, Lala Sri Menanti mengajukan satu permintaan
lagi kepada ayahnya.
“Ayah! Bolehkah Lala ikut bersama
mereka ke sungai? Lala ingin melihat mereka menangkap udang,” pinta Lala Sri
Menanti.
Sang Ayah pun memenuhi
permintaannya. Akhirnya, Lala Sri Menanti bersama Amaq Bangkel danInaq Bangkel, serta beberapa
orang lainnya berangkat ke sungai Olat Pamanto Asu`. Setibanya di tepi sungai,
Lala duduk di atas sebuah batu besar sambil menyaksikan orang-orang menempas dan menunggu udang
hasil tangkapan mereka.
Pada saat itu, datang pula empat
orang pemuda dari desa tetangga, Desa Tarusa, hendak menebang bambu yang banyak
tumbuh di tepi Sungai Olat Pamanto Asu`. Rupanya, kedatangan mereka tidak
diketahui oleh Lala Sri Menanti dan rombongannya. Salah seorang pemuda yang
melihat Lala duduk seorang diri di tepi sungai tersentak kaget.
“Hai, lihat! Siapa gadis yang
duduk di atas batu itu?” seru salah seorang pemuda.
“Bukankah gadis itu putri Datu
Palowe` dari Desa Jompang?” sahut seorang pemuda yang lain.
“Kamu benar, kawan!” sambung
pemuda yang lainnya seraya memuji, ”Aduhai, cantiknya gadis itu!”
Keempat pemuda tersebut terpesona melihat kecantikan Lala Sri Menanti. Tapi, rupanya mereka lebih tertarik pada perhiasan yang dikenakan gadis cantik itu. Meskipun mengetahui bahwa Lala Sri Menanti putri Datu Palewo`, mereka tetap berniat merampas perhiasannya.
“Apa yang harus kita lakukan agar
tak seorang pun yang mengetahui perbuatan kita?” tanya salah seorang dari
pemuda tersebut dengan bingung.
Setelah berunding, keempat pemuda
tersebut menemukan sebuah cara, yaitu akan menyergap Lala Sri Menanti dari
belakang secara diam-diam. Begitu para pencari udang tersebut semakin jauh
meninggalkan Lala di tepi sungai, mereka pun mengendap-endap dari balik semak
belukar, lalu menyergap tubuh Lala. Gadis cantik itu pun tersentak kaget.
Ketika ia hendak berteriak meminta tolong, salah seorang di antara mereka
menyumbat mulutnya dengan sehelai kain. Sementara tiga pemuda lainnya segera
melucuti satu per satu perhiasan yang melekat pada tubuhnnya. Gadis malang itu
meronta-meronta berusaha untuk melepaskan diri. Namun apa daya, ia tidak mampu
mengimbangi kekuatan mereka. Ia hanya bisa pasrah seluruh perhiasannya dirampas
oleh keempat pemuda tersebut.
Usai merampas seluruh perhiasan
Lala Sri Menanti, salah seorang di antara mereka yang bernama Ua Nyawa mencabut
parang yang terselip dipinggangnya, lalu memotong lengan kanan Lala. Hanya
sekali tebasan, lengan Lala pun terputus. Dalam waktu singkat, gadis cantik
yang malang itu langsung kehabisan darah dan akhirnya meninggal dunia di tepi
sungai itu. Melihat putri Datu Palowe` tidak
bernyawa lagi, keempat pemuda tersebut segera meninggalkan tempat itu dan
membawa seluruh perhiasan hasil rampasan mereka ke Desa Tarusa. Namun, sebelum
meninggalkan tempat itu, Ua Nyawa membuang potongan lengan Lala Sri Menanti ke
sungai.
Sementara itu, Amaq Bangkel dan Inaq Bangkel dan
teman-temannya tidak mengetahui kejadian mengerikan yang menimpa Lala Sri
Menanti, karena asyik mencari udang. Begitu selesai menangkap udang, mereka
kembali ke tepi sungai untuk menemui Lala Sri Menanti. Betapa terkejutnya
mereka ketika mendapati anak kesayangan pemimpin mereka dalam keadaan tewas
mengenaskan. Mereka sangat menyesal karena tidak mampu menjaga keselamatan Lala
Sri Menanti. Mereka kemudian membawa pulang jasad Lala Sri Menanti ke desa.
Datu Palowe` pun tak sanggup menahan air mata atas musibah yang menimpa
anaknya.
Beberapa hari kemudian,
terdengarlah kabar bahwa orang yang telah menghabisi nyawa Lala Sri Menanti
adalah empat orang pemuda dari Desa Tasura. Mengetahui hal tersebut, Datu
Malewo` melarang keempat pemuda tersebut meminum air Sungai Olat Pamanto Asu`.
Jika mereka meminumnya, selain terasa sepat air itu juga dapat menimbulkan
penyakit. Sejak itu, para penduduk Desa Tarusa pun tidak berani meminum air
sungai itu, karena takut terkena penyakit