Konon, di daerah Tinambung Mandar, Sulawesi Barat, ada seorang kanne
(kakek) yang hidup seorang diri di sebuah rumah sederhana yang terletak di
tengah-tengah kebunnya. Meskipun tempat tinggalnya cukup jauh dari permukiman
penduduk, ia sering bergaul dengan penduduk yang setiap hari melintas di
kebunnya. Pekerjaan sehari-harinya adalah menanam sayur-sayuran, umbi-umbian, jagung,
tebu, dan kelapa di kebunnya. Ia seorang petani kebun yang sangat rajin, ulet,
dan teliti dalam merawat tanamannya, sehingga hasilnya pun cukup melimpah.
Kakek itu memiliki suatu kebiasaan
aneh. Ia senang sekali minum air tebu dengan cara mengigiti batang tebu yang
telah dikupas kulitnya. Kemudian ampas tebu tersebut ia kumpulkan di ruang
tengah rumahnya. Begitulah yang ia lakukan setiap hari hingga ampas tebu
tersebut terus menumpuk. Oleh karenanya, orang kampung memanggilnya Kanne
Paummisang, yakni seorang kakek yang suka menumpuk ampas tebu di rumahnya.
Di mata penduduk sekitar, Kanne
Paummisang adalah orang yang ramah, baik hati, dan dermawan. Ia senantiasa
memberikan hasil perkebunannya kepada penduduk kampung yang membutuhkan. Bahkan
ia sering mempersilahkan para tetangga kebunnya untuk mengambil apa aja di
kebunnya tanpa perlu minta izin kepadanya terlebih dahulu. Kanne (Nenek)
Golla adalah salah seorang tetangga kebunnya yang sering ia persilahkan untuk
mengambil apa saja di kebunnya.
Pada suatu hari, Kanne Golla
lewat di kebun Kanne Paummisang. Saat berada di tengah-tengah kebun,
nenek itu tiba-tiba berhenti. Ia menoleh ke sekelilingnya sambil memerhatikan
isi kebun Kanne Paummisang. Rupanya, Nenek Golla tertarik melihat hasil
perkebunan Kanne Paummisang yang tumbuh subur dan hijau, terutama
tanaman jagungnya. Ia ingin sekali memetik beberapa bongkol jagung itu. Namun,
ia tetap merasa sungkan kepada Kanne Paummisang, meskipun sudah
diizinkan sebelumnya.
Kanne Golla
yang masih berdiri di tengah kebun itu tidak menyadari jika ada sepasang mata
yang sedang memerhatikannya. Ia adalah Kakek Paummisang yang sedang duduk
sambil menggigit batang tebu di dalam rumahnya. Setelah menghabiskan air
tebunya, kakek itu segera turun dari rumahnya dengan menuruni beberapa anak
tangga, dan segera menghampiri Kanne Golla. Melihat Kanne
Paummisang berjalan ke arahnya, Kanne Golla segera beranjak dari
tempatnya berdiri.
“Maaf, Kanne Golla! Adakah
yang bisa aku bantu?” tanya Kanne Paummisang kepada Kanne Golla.
“Jika ada sesuatu yang menarik
hatimu di kebunku ini, silahkan ambil sesukamu. Tidak perlu sungkan. Aku malah
senang sekali jika banyak orang yang menikmatinya,” tambah Kanne
Paummisang.
“Iya, sebenarnya aku sangat tertarik
melihat tanaman jagungmu. Jika berkenan, bolehkah aku memetiknya dua bongkol?”
tanya Kanne Golla dengan malu-malu.
“Tentu saja boleh, saudariku! Kamu
boleh mengambil sesuka hatimu dan sekuat kamu membawanya,” jawab Kanne
Paummisang sambil tersenyum.
“Terima kasih! Kamu memang orang
yang baik hati dan dermawan,” ucap Kanne Golla.
Setelah memetik beberapa bongkol
jagung, Kanne Golla pun berpamitan pulang dengan perasaan senang.
Demikian pula Kanne Paummisang, ia merasa sangat senang jika hasil
perkebunannya bermanfaat untuk orang banyak. Demikian seterusnya, ia senantiasa
menawarkan hasil perkebunannya kepada siapa pun yang lewat di kebunnya.
Keesokan harinya, ketika Kanne
Paummisang sedang asyik minum air tebu, tiba-tiba seorang penduduk kampung
bernama Pak Hardi lewat di kebunnya. Ia pun segera memetik beberapa bongkol
jagung lalu memberikannya kepada Hardi.
“Terima kasih, Kanne
Paummisang,” ucap Hardi.
“Sama-sama, Pak Hardi!” jawab Kanne
Paummisang tersenyum.
“Aku sangat senang jika hasil
kebunku ini dinikmati orang banyak. Jika masih ada isi kebunku yang kamu
senangi, katakan saja padaku! Aku akan memberikannya kepadamu,” tambah Kanne
Paummisang menawarkan.
“Terima kasih, Kanne! Kanne
memang orang yang dermawan,” ucap Hardi.
Setelah menyerahkan jagung itu kepada
Pak Hardi, Kanne Paummisang kembali meminum air tebunya yang masih
tersisa dan membuang ampasnya di ruang tengah rumahnya. Melihat perilaku Kanne
Paummisang itu, Pak Hardi yang masih berada di kebun Paummisang langsung
menggeleng-gelengkan kepala.
“Kanne Paummisang memang
orang baik, tapi perilakunya aneh. Untuk apa ia menumpuk ampas tebu itu?” tanya
Pak Hardi dalam hati penuh keheranan lalu pergi meninggalkan kebun Kanne
Paummisang menuju ke perkampungan.
Begitulah tanggapan setiap penduduk
yang melewati kebunnya. Mereka terheran-heran melihat kebiasaan aneh Kanne
Paummisang menumpuk ampas tebu di ruang tengah rumahnya.
Semakin hari rumah Kanne
Paummisang semakin penuh dengan tumpukan ampas tebu. Anehnya lagi, ia terkadang
tertidur di atas tumpukan ampas tebu itu. Para penduduk yang sering melewati
kebunnya semakin terheran-heran melihat kelakuan anehnya itu.
Walaupun demikian, semakin hari Kanne
Paummisang juga semakin dermawan kepada semua penduduk. Penduduk yang paling
sering ia beri hasil perkebunannya adalah Kanne Golla. Karena selain
bertetangga kebun, rupanya mereka juga sudah berteman sejak kecil. Akhirnya,
hubungan persahabatan mereka pun semakin akrab. Untuk membalas budi baik Kanne
Paummisang, Kanne Golla pun sering membawakannya makanan, baik berupa
ikan bakar, kue, gula pasir, kopi, dan lain-lain.
Pada suatu hari, Kanne Golla
datang mengantarkan makanan untuk Kanne Paummisang. Setibanya di depan
rumahnya, ia melihat pintu rumah itu tertutup rapat.
“Kanne Paummisang... ! Kanne
Paummisang... !” teriak Kanne Golla sambil mengetuk pintu.
Berkali-kali Kanne Golla
mengetuk pintu dan berteriak memanggil Kanne Paummisang, namun tidak
mendapat jawaban sama sekali. Oleh karena penasaran, ia pun mencoba mendorong
pintu rumah Kanne Paummisang. Rupanya, pintu itu tidak terkunci,
sehingga ia dapat masuk ke dalam rumah. Alangkah terkejutnya Kanne Golla
saat mendapati Kanne Paummisang sudah tidak bernyawa lagi dan terbujur
kaku di atas tumpukan ampas tebunya. Akhirnya, Kanne Golla segera
memanggil orang-orang kampung untuk menguburkan jenazah Kanne Paummisang
di tengah-tengah kebunnya. Untuk mengenang kebaikan dan kedermawanan Kanne
Paummisang, para penduduk menamakan kampung mereka “Kampung Paummisang”.
Assalammualaikum, terima kasih info yang bergunanya.!
BalasHapusKunjungi juga ==>> Pengobatan Pengencer Darah Kental Secara Alami